Selasa, 27 November 2012

MAKALAH INERSIA UTERI



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Bidan merupakan mata rantai yang sangat penting karena kedudukannya  sebagai ujung tombak dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan kehamilan, pertolongan persalinan, pengawasan neonatus dan pada ibu postpartum
Distosia kelainan tenaga (his) adalah his tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet. Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang jika dibandingkan dengan his yang normal.ineris auteri dibagi menjadi 2 macam yaitu inersia uteri primer dan inersia uteri sekunder
2.      Tujuan
1.      Tujuan Umum
Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan bidan tentang inersia uteri
2.      Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Pengertian inersia uteri
2.      Penyebab inersia uteri
3.      Pembagian inersia uteri
4.      Komplikasi yang dapat terjadi pada inersia uteri
5.      Cara mendiagnosa inersia uteri
6.      Penanganan inersia uteri



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Definisi inersia uteri
Inersia uteri adalah perpanjangan fase laten atau fase aktif atau kedua-duanya dari kala pembukaan. Pemanjangan fase laten dapat disebabkan oleh serviks yang belum matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau kelainan anak. Perlu disadari bahwa pemanjangan fase laten maupun fase aktif meninggikan kematian perinatal.
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran
B.     Penyebab inersia uteri
Penggunaan analgetik terlalu cepat, kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi, regangan dinding rahim (hidramnion, kehamilan ganda ) dan perasaan takut dari ibu.
Menurut Rustam Mochtar (1998) sebab-sebab inersia uteri adalah :
1. Kelainan his sering dijumpai pada primipara
2. Faktor herediter, emosi dan ketakutan
3. Salah pimpinan persalinan dan obat-obat penenang
4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim, ini  dijumpai pada kesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sevalopelvik
5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis
6. Kehamilan postmatur (postdatism)
7. Penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia
8. Uterus yang terlalu teregang misalnya hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia
C.     Pembagian inersia uteri
Dulu inersia uteri dibagi dalam :
1.      Inersia uteri primer : jika His lemah dari awal persalinan
2.      Inersia uteri sekunder : jika mula-mula His baik, tetapi kemudian menjadi lemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan berlangsung lama (inersia karena kelelahan )   
Pembagian inersia yang sekarang berlaku ialah :
1.      Inersia uteri hipotonis : kontraksi terkoordinasi, tetapi lemah.
Dengan CTG, terlihat tekanan yang kurang dari 15 mmHg, dengan palpasi, His jarang dan pada puncak kontraksi dinding rahim masih dapat ditekan kedalam.
2.      Inersia uteri hipertonis : kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah lebih kuat dari segmen atas. Inersia uteri ini sifatnya hifertonis, sering disebut inersia spastis.
Garis besar perbedaan antara inersia uteri hipotonis dan hipertonis
                                              Inersia uteri
                                                            Hipotonis
Inersia uteri
Hipertonis
Kejadian
Saat terjadinya
Nyeri
Fetal distres
Reaksi terhadap oksitosin
Pengaruh sedatif
4 % dari persalinan
Fase aktif
Tidak nyeri
Lambat terjadi
Baik
sedikit

1% persalinan
Fase laten
Nyeri berlebihan
Cepat
Tidak baik
Besar



D.    Komplikasi yang mungkin terjadi
Inersia uteri dapat menyebabkan persalinan akan berlangsung lama dengan akibat-akibat terhadap ibu dan janin (infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi, dll)
1)      Inersia uteri dapat menyebabkan kematian atau kesakitan
2)      Kemugkinan infeksi bertambah dan juga meningkatnya kematian perinatal.
3)      Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya denyut nadi naik, suhu meninggi, asetonuria, napas cepat, meteorismus, dan turgor berkurang
E. Diagnosis
Untuk mendiagnosa inersia uteri memerlukan pengalaman dan pengawasan yang teliti terhadap persalinan. Kontraksi uterus yang disertai rasa nyeri tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk sampai kepada kesimpulan ini diperlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi. Pada fase laten diagnosis akan lebih sulit, tetapi bila sebelumnya telah ada kontraksi (his) yang kuat dan lama, maka diagnosis inersia uteri sekunder akan lebih mudah.
F. Penanganan
Penanganan inersia uteri dengan :
1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan
2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang   kemungkinan-kemungkinan yang ada.
3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih dalam “false labour”. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik.
4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :
a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea
b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus
c. Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea
d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut.
Hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus dan sebagainya.



           





BAB III
STUDI KASUS
PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “H”
PERSALINAN KALA I FASE AKTIF DENGAN INERSIA UTERI HIPOTONIK
DI PUSKESMAS SEHAT SEJAHTERA
TANGGAL 8 FEBRUARI 2011


Register                       :
Tanggal masuk            :           8 februari 2011, pukul 18.45 wita
Tanggal pengkajian     :           8 februari 2011, pukul 18.50 wita
Tanggal persalinan      :           9 februari 2011, pukul 00.50 wita

IDENTITAS KLIEN / SUAMI
Nama                           :           Ny”H”/ Tn.”A”
Umur                           :           32 Thn / 38 thn
Suku                            :           Makassar / makassar
Agama                         :           islam /islam
Pendidikan                  :           SD / SD
Pekerjaan                     :           IRT / Buruh harian 
Status pernikahan        :           1 x / ± 1 thn
Alamat                         :           Jl. Bulusaraung no 21

KALA  I
DATA SUBYEKTIF
1. G I PO AO
2. HPHT Tanggal 9 mei 2011
3. HTP Tanggal 18 Februari 2011
4. Pemeriksaan ANC sebanyak 4 kali
5. Imunisasi TT 2 kali
6. Tidak ada riwayat penyakit jantung, DM, Hipertensi, Asma, dan PMS
7. Nyeri perut tembus ke belakang dirasakan ibu sejak tanggal 8 februari 2011 pukul
    10.45 wita disertai pelepasan lendir dan darah sejak pukul 17.45 wita

DATA OBYEKTIF
1. Keadaan umum baik
2. Kesadaran composmentis
3. Tanda – Tanda Vital
     Tekanan darah  :  110/70
      Nadi                 :   84x/i
      Suhu                 :   36,5 c
      Pernafasan        :   18x/i
4. Pemeriksaan Abdomen :
    Tidak ada bekas luka operasi
    Palpasi leopold
       Leopold I    :        TFU 3 jrbpx  ( 32 cm )
       Leopold II   :        PUKA
       Leopold III  :        Kepala
       Leopold IV  :        BDP     
   5. Penurunan kepala 4/5
   6. Lingkar perut   91 cm
   7. TBJ  =  Lingkar perut x TFU
             =   91  X  32 cm
             =   2912       
   8. DJJ  120 x/menit terdengar kuat dan teratur pada kuadran kanan bawah perut ibu
   9. Pemantauan HIS  :
1)      Pukul 18.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
2)      Pukul 19.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
3)      Pukul 19.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
4)      Pukul 20.20 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
5)      Pukul 20.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
6)      Pukul 21.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
7)      Pukul 21.50 wita kontraksi uterus 3 kali dalam 10 menit dengan durasi 20-40 detik
8)      Pukul 22.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
9)      Pukul 22.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
10)  Pukul 23.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
11)  Pukul 23.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
12)  Pukul 00.20 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
13)  Pukul 00.50 wita kontraksi uterus 4 kali dalam 10 menit dengan durasi >40 detik
10. Pemeriksaan dalam Pukul 18. 50 Wita
a)      Vulva dan Vagina    :    Tidak ada kelainan
b)      Portio                        :    Lunak dan tipis
c)      Pembukaan                :    6 cm
d)     Ketuban                    :    Utuh
e)      Presentase                 :    Kepala, UUK depan
f)       Molase                       :    Tidak ada
g)      Penurunan Kepala    :     H1- H II
h)      Kesan panggul          :     Normal
i)        Pelepasan                  :     Lendir dan darah
11. Ekstremitas   :  Tidak ada oedema dan varices
ASASEMENT
Inpartu kala I fase aktif dengan inersia uteri hipotonik

PLANNING
Pukul 19.20 wita
1. Menyampaikan hasil pemeriksaan pada ibu
2. Menjelaskan penyebab dan manfaat nyeri persalinan pada ibu dan keluarga
3. Mengobservasi kemajuan persalinan
4. Memberi hidrasi dan intake yang cukyp
5. Mengajarkan ibu pengaturan nafas saat ada kontraksi
6. Mendokumentasikan hasil pemantauan ke dalam partograf

KALA II
DATA SUBYEKTIF
1. Ibu mengeluh nyeri perut bertambah dan semakin kuat
2. Ibu mempunyai dorongan yang kuat saat timbul kontraksi
3. Ibu merasa ingin BAB
DATA OBYEKTIF
1) Vt pukul  :  00.50 wita
   1. Vulva dan vagina tak ada kelainan
   2. Portio tak teraba
   3. Pembukaan lengkap
   4. Ketuban (-)
   5. Presentase kepala, UUK depan
   6. Molse tidak ada
   7. Penurunan kepala H IV     
               8. Kesan panggul normal
               9. Pelepasan lendir dan darah
             2) Vulva dan vagina terbuka
             3) Anus terbuka
             4) Perineum menonjol
         ASASEMENT
          Inpartu kala II
         PLANNING
          1. Melihat tanda dan gejala kala II yakni dorongan untuk meneran, Tekanan
              pada anus, Perineum menonjol, vulva dan vagina membuka.
          2. Memberitahu ibu bahwa pembukaan sudah lengkap
          3. Menyiapkan Ibu, Menyipkan diri penolong, dan Menyiapkan alat
          4. Menyipkan posisi ibu
          5. Meminta ibu untuk meneran saat ada HIS
          6. Menyokong perineum dan menahan puncak kepala
          7. Melahirkan badan bayi dengan sangga susur,  pukul 01.20 wita lahir seorang
               bayi laki-laki, PBK, BBL, berat 3100 gram, PBL 49 cm, AS 8/10, bayi
               menagis spontan, warna kulit kemerahan  dan pergerakan aktif.
         8. Melakukan penanganan bayi baru lahir

    KALA III
   DATA SUBYEKTIF
   1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa
   DATA OBYEKTIF
   1. TFU setinggi pusat
   2. Kontraksi uterus teraba keras dan bundar
   3. Tampak semburan darah  dari jalan lahir
   4. Tali pusat bertambah panjang
   ASASEMENT
   Inpartu kala III
   PLANNING
   Pukul 01.22 wita
  1. Memeriksa fundus uteri
  2. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik
3. Menyuntikkan oksitosin 10 u secara IM pada paha bagian luar
4. Melakukan peregangan tali pusat terkendali
5. Melahirkan placenta dan selaput ketuban pukul 01.28 wita
6. Meakukan sekaligus mengajarkan ibu untuk massse fundus uteri
     KALA  IV
     DATA SUBYEKTIF
     1. Nyeri perut bagian bawah masih terasa
     2. Ibu merasa lelah
     DATA OBYEKTIF
     1. Kontraksi uetrus baik, Teraba keras dan bundar
     2. TFU 2 Jrbpst
     3. Perdarahan ± 50 cc
     4. TTV  :  Tekanan darah   110/70 mmhg
                       Nadi                   90x/i
                       Suhu                   37 c
                       Pernafasan          20x/i
ASASEMENT
Inpartu kala IV
PLANNING
Pukul 01.32
1. Memeriksa laserasi jalan lahir, terdapat rupture perineum tk.II
2. Menjahit rupture jalan lahir
3. Memeriksa kontraksi uterus, teraba keras dan bundar
4. Mengobservasi perdarahan, kontraksi, dan TTV dalam partograf
5. Mengajarkan ibu dan keluarga cara massase fundus dan menilai kontraksi
6. Membersihkan ibu dan mengganti pakaiannya dengan pakaian yang bersih
7. Merendam semua alat bekas pakai dalam larutan clorin 0,5 % dan membuang bahan-bahan
    yang terkontaminasi
8. Menyerahkan bayi pada ibu untuk disusui
9. Melengkapi partograf
















BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran

B.     SARAN
Pada saat ibu sudah dalam keadaan inpartu sebagai seorang bidan harus mengawasi secara intensif proses persalinan tersebut. Karena tidak dapat di punggkiri dalam proses persalinan terjadi inersia uteri. Dengan adanya pengawasan maka seorang bidan bisa dengan cepat mengambil keputusan untuk merujuk dan kolaborasi dengan dokter jika terjadi inersia uteri.









DAFTAR PUSTAKA

Bagus, Ida Gde Manuaba, 2002, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, Jakarta ; EGC

Sarwono Prawirohardjo, Prof.Dr.dr, 2007, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta

Sastrowinoto, Sulaiman, 2005, Obstetri Fisiologi, Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung  

Rukiyah A.Y,2010, Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan, Jakarta: tim